Rabu, 11 September 2013

Filosofi Semar

Filosofi Semar

 

Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
 
Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
 
 
Filosofi, Biologis Semar
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”. 
 
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.
Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. Semar barjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”. 
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran di bumi.
 
Ciri sosok semar adalah :
  • Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
  • Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
  • Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
  • Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
  • Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
 
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
 
Gambar tokoh Semar nampaknya merupakan simbol pengertian atau konsepsi dari aspek sifat Ilahi, yang kalau dibaca bunyinya katanya ber bunyi :
 
Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati. 
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya “merdekanya jiwa dan sukma“, maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”. 
 
 
Filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka dalam lakon Semar Mbabar Jati Diri 
Dalam Etika Jawa ( Sesuno, 1988 : 188 ) disebutkan bahwa Semar dalam pewayangan adalah punakawan ” Abdi ” Pamomong ” yang paling dicintai. Apabila muncul di depan layar, ia disambut oleh gelombang simpati para penonton. Seakan-akan para penonton merasa berada dibawah pengayomannya. 
Simpati para penonton itu ada hubungannya dengan mitologi Jawa atau Nusantara yang menganggap bahwa Semar merupakan tokoh yang berasal dari Jawa atau Nusantara ( Hazeu dalam Mulyono 1978 : 25 ). Ia merupakan dewa asli Jawa yang paling berkuasa ( Brandon dalam Suseno, 1988 : 188 ). Meskipun berpenampilan sederhana, sebagai rakyat biasa, bahkan sebagai abdi, Semar adalah seorang dewa yang mengatasi semua dewa. Ia adalah dewa yang ngejawantah ” menjelma ” ( menjadi manusia ) yang kemudian menjadi pamong para Pandawa dan ksatria utama lainnya yang tidak terkalahkan. 
Oleh karena para Pandawa merupakan nenek moyang raja-raja Jawa ( Poedjowijatno, 1975 : 49 ) Semar diyakini sebagai pamong dan danyang pulau Jawa dan seluruh dunia ( Geertz 1969 : 264 ). Ia merupakan pribadi yang bernilai paling bijaksana berkat sikap bathinnya dan bukan karena sikap lahir dan keterdidikannya ( Suseno 1988 : 190 ). Ia merupakan pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe ” sepi akan maksud, rajin dalam bekerja dan memayu hayuning bawana ” menjaga kedamaian dunia ( Mulyono, 1978 : 119 dan Suseno 1988 : 193 ) 
Dari segi etimologi, joinboll ( dalam Mulyono 1978 : 28 ) berpendapat bahwa Semar berasal dari sar yang berarti sinar ” cahaya “. jadi Semar berarti suatu yang memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut juga Nurcahya atau Nurrasa ( Mulyono 1978 : 18 ) yang didalam dirinya terdapat atau bersemayam Nur Muhammad, Nur Illahi atau sifat Ilahiah. Semar yang memiliki rupa dan bentuk yang samar, tetapi mempunyai segala kelebihan yang telah disebutkan itu, merupakan simbol yang bersifat Ilahiah pula ( Mulyono 1978 : 118 – Suseno 1988 : 191 ). Sehubungan dengan itu, Prodjosoebroto ( 1969 : 31 ) berpendapat dan menggambarkan ( dalam bentuk kaligrafi ) bahwa jasat Semar penuh dengan kalimat Allah. 
Sifat ilahiah itu ditunjukkan pula dengan sebutan badranaya yang berarti ” pimpinan rahmani ” yakni pimpinan yang penuh dengan belas kasih ( timoer, tt : 13 ). Semar juga dapat dijadikan simbol rasa eling ” rasa ingat ” ( timoer 1994 : 4 ), yakni ingat kepada Yang Maha Pencipta dan segala ciptaanNYA yang berupa alam semesta. Oleh karena itu sifat ilahiah itu pula, Semar dijadikan simbol aliran kebatinan Sapta Darma ( Mulyono 1978 : 35 ) 
Berkenaan dengan mitologi yang merekfleksikan segala kelebihan dan sifat ilahiah pada pribadi Semar, maka timbul gagasan agar dalam pementasan wayang disuguhkan lakon ” Semar Mbabar Jati Diri “. gagasan itu muncul dari presiden Suharto dihadapan para dalang yang sedang mengikuti Rapat Paripurna Pepadi di Jakarta pada tanggal, 20-23 Januari 1995. Tujuanya agar para dalang ikut berperan serta menyukseskan program pemerintah dalam pembangunan manusia seutuhnya, termasuk pembudayaan P4 ( Cermomanggolo 1995 : 5 ). Gagasan itu disambut para dalang dengan menggelar lakon tersebut. Para dalang yang pernah mementaskan lakon itu antara lain : Gitopurbacarita, Panut Darmaka, Anom Suroto, Subana, Cermomanggolo dan manteb Soedarsono ( Cermomanggolo 1995 : 5 – Arum 1995 : 10 ). Dikemukan oleh Arum ( 1995:10 ) bahwa dalam pementasan wayang kulit dengan lakon ” Semar Mbabar Jadi Diri ” diharapkan agar khalayak mampu memahami dan menghayati kawruh sangkan paraning dumadi ” ilmu asal dan tujuan hidup, yang digali dari falsafat aksara Jawa Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi yang bersumber filsafat aksara Jawa itu sejalan dengan pemikiran Soenarto Timoer ( 1994:4 ) bahwa filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka mengandung makna sebagai sumber daya yang dapat memberikan tuntunan dan menjadi panutan ke arah keselamatan hidup. Sumber daya itu dapat disimbolkan dengan Semar yang berpengawak sastra dentawyanjana. Bahkan jika mengacu pendapat Warsito ( dalam Ciptoprawiro 1991:46 ) bahwa aksara Jawa itu diciptakan Semar, maka tepatlah apabila pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi tersebut bersumberkan filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka
 Sumber : Copas dari Blog Sebelah

Filosofi Jowo

Orang Jawa pada jaman dahulu selalu mempergunakan FILOSOFI/ UNEN-ENEN untuk menata kehidupan sehari-hari. Dan menerapkannya, maka dari itulah orang Jawa kuno terlihat lebih SANTUN daripada orang Jawa sekarang yang sudah terpengaruh oleh MODERNISASI, yang lebih mengutamakan EGO  daan kesenangan diri sendiri karena hanya mempelajari ilmu di bangku sekolah saja. Mungkin perlu adanya pembelajaran pada anak muda sekarang tentang MAKNA DAN ARTI HIDUP yang sejati dengan bantuan Filosofi Jawa Kuno.

Sering terdengar perkataan yang terlontar dari orang-orang Jawa tua untuk anak2 muda sekarang WONG JOWO NANGING RA JAWANI  yang artinya Orang Jawa tetapi tidak mengerti dan memahami makna dan tatanan JAWA DWIPA. 

Di bawah ini sedikit dari Filosofi Jawa yang mungkin bisa mengingatkan dan membuka hati kita semua tentang keindahan FILOSOFI JAWA KUNO yang masih cocok untuk diterapkan di sepanjang jaman.
  1. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha : Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan
  2. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan : Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu
  3. Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli : Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih; Cepat tanpa harus mendahului; Tinggi tanpa harus melebihi
  4. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman : Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja
  5. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman ;Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.
  6. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka, Sing Was-was Tiwas : Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; jangan suka berbuat curang agar tidak celaka; dan Barang siapa yang ragu-ragu akan binasa atau merugi.
  7. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo : Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.
  8. Aja Adigang, Adigung, Adiguna : Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti
  9. Sing Sabar lan Ngalah Dadi kekasih Allah : Yang sabar dan mengalah akan jadi kekasih Allah
  10. Sing Prihatin Bakal Memimpin : Siapa berani hidup prihatin akan menjadi satria, pejuang dan pemimpin
  11. Sing Resik Uripe Bakal Mulya : Siapa yang bersih hidupnya akan hidup mulya
  12. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti : Keberanian, kekuatan dan kekuasaan dapat ditundukkan oleh salam sejahtera. Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.
  13. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara : Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak
  14. Urip Iku Urup : Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat
  15. Memayu hayuning bawana : melindungi bagi kehidupan dunia
  16. Sukeng tyas yen den hita : suka/bersedia menerima nasihat, kritik, tegoran
  17. Jer basuki mawa beya : keberhasilan seseorang diperoleh dengan pengorbanan
  18. Ajining dhiri dumunung ing kedhaling lathi : nilai diri seseorang terletak pada gerak lidahnya
  19. Ajining sarira dumunung ing busana : nilai badaniah seseorang terletak pada pakaiannya
  20. Amemangun karyenak tyasing sesama : membuat enaknya perasaan orang lain
  21. Kridhaning ati ora bisa mbedhah kuthaning pasthi : Gejolak jiwa tidak bisa meruba kepatian
  22. Budi dayane manungsa ora bisa ngungkuli garise Kang Kuwasa : Budi daya manusia tidak bisa mengatasi takdir Yang Maha Kuasa
  23. Tan ngendhak gunaning janma :tidak merendahkan kepandaian manusia
  24. Sepiro duwurmu ngudi kawruh, sepiro jeromu ngangsu ngilmu, sepiro akehe guru ngajimu tembe mburine mung arep ketemu marang sejatine awake dewe : Tidak peduli seberapa tinggi orang mencari pengetahuan, seberapa dalam  orang menuntut ilmu, seberapa banyaknya guru agama, akhirnya tergantung pada diri sendiri. 
  25. Sekti tanpo aji , digdoyo tanpo guru : Sudah hebat meskipun tanpa kekayaan atau sekolah yang tinggi
Sumber : Copas dari Blog Sebelah

Lir Ilir

Salah satu budaya Jawa yang mengandung nilai-nilai yang islami adalah tembang Lir-Ilir yang dikarang oleh salah satu anggota Wali Songo. Isi yang dikandungnya penuh dengan makna bagi bagi siapa saja yang ingin mencari makna.
Dalam Bahasa Jawa
  1. Lir-ilir, lir-ilir, tandure wis sumilir
  2. Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
  3. Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi
  4. Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dododiro
  5. Dododiro, dododiro, kumitir bedah ing pinggir
  6. Dondomono, jlumatono, kanggo sebo mengko sore
  7. Mumpung pandhang rembulane, mumpung jembar kalangane
  8. Yo sorak-o sorak hiyo !
Dalam Bahasa Indonesia
  1. Sayup-sayup bangun dari tidur, pohon sudah mulai bersemi
  2. Demikian hijau bagai gairah pengantin baru
  3. Penggembala, tolong panjatlah pohon blimbing itu
  4. Walaupun licin dan susah tetap panjatlah untuk mencuci pakaian
  5. Pakaian yang koyak sisihkanlah
  6. Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
  7. Mumpung masih terang rembulan nya, mumpung masih banyak waktu luang
  8. Mari bersorak-sorak, ayo...
Makna Tembang Lir-ilir
Kita sebagai orang Islam diminta bangun dari keterpurukan dan dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan. Iman kepada Allah ini dilambangkan dengan tanaman yang bersemi dan menghijau, begitu indah seperti kebahagiaan seorang pengantin baru. Kita disebut anak gembala karena Allah telah menganugerahkan hati dan iman sebagai amanah untuk dijaga. Si anak gembala diminta untuk memanjat pohon belimbing yang menggambarkan 5 Rukun Islam. Meskipun licin dan susah, kita harus tetap memenjat pohon belimbing tersebut apapun halangan dan risikonya. 5 Rukun Islam digunakan untuk selalu membersihkan (mencuci) pakaian kita, yaitu pakaian taqwa (taqwa = kesholehan hidup). Sebagai manusia biasa, ketaqwaan kita pasti terkoyak dan berlubang sana-sini. Untuk itu, kita diminta agar selalu memperbaiki dan membenahinya. Hal ini berguna agar kelak kita sudah siap dipangil oleh Allah. Semua itu harus kita lakukan sejak sekarang, ketika kita masih sehat dan mempunyai waktu luang. Jika ada yang mengingatkan, maka jawablah dengan " Iya ".

Sumber : Copas dari Blog Sebelah

Sabar Inggih Puniko

+ Sabar iku lire momot kuwat nandhang sakehing coba lan pandhadharaning ngaurip
- Artinya: Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup, yg tentunya nanti bisa untuk mendewasakan diri kita masing-masing

+ Nanging ora ateges gampang pepes kentekan pengarep-arep
- Artinya: Akan tetapi bukan berarti lalu kita gampang kehilangan pengharapan

+ Jumbuh karo unine bebasan, sabar iku kuncining swarga, ateges marganing kamulyan
Artinya: Sama seperti bunyi sebuah peribahasa, berlaku sabar itu adalah “jalan utama” untuk mendapatkan "surga".

+ Sabar iku ingaran mustikaning laku
- Artinya: Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratkan sebuah hal yg sangat indah dalam sebuah kehidupan

+ Suwalike malah kebak pengarep-arep lan kuwawa nampani apa bae kang gumelar ing salumahe jagad iki
- Artinya: Menjalani hidup disertai dengan rasa mawas diri dan kepasrahan. Selain itu menjalani hidup juga harus dilakuakn dengan penuh pengharapan dan seolah-olah mampu untuk mendapatkan apa saja didalam kehidupan.


Sumber : Copas dari Blog Sebelah

OJO DUMEH

Filosofi Tembang Jawa "SLUKU - SLUKU BATHOK"


Masih ingat tembang Jawa yang diciptakan oleh para Walisongo dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa?. Salah satunya adalah tembang Sluku- Sluku Batok. Ini adalah tembangnya:

Sluku-sluku bathok,
Bathoke ela-elo,
Si Rama menyang Solo,
Oleh-olehe payung motho,
Mak jenthit lolo lo bah,
Wong mati ora obah,
Yen obah medeni bocah,
Yen urip goleko duwit.


Tapi apakah kalian mengerti apa makna tembang tersebut?. Berikut ini Filosofi tembang tersebut:

Sluku-sluku bathok
berasal dari bahasa Arab ;Ghuslu-ghuslu batnaka,
artinya,''mandikanlah batinmu'',Membersihkan batin dulu sebelum sebelum membersihkan badan atau raga.Sebab lebih mudah membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa.

Bathoke ela-elo
 ;
berasal dari bahasa Arab: batine La Ilaha Illallah
maksudnya ; hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah,diwaktu senang maupun susah,dikala menerima nikmat maupun musibah,sebab setiap peristiwa yang di alami manusia,pasti menggandung hikmah.

Si Rama Menyang Solo
Maksudnya ; Mandilah,bersucilah,kemudian kerjakanlah sholat.Allah menciptakan manusia tidak lain adalah agar menyembah ,menghambakan diri kepada-Nya.



Oleh-olehe patyung motho ;
berasal dari bahasa Arab: Laillaha Illalah hayyum mauta ;
Dzikir pada Allah mumpung masih hidup,bertaubat sebelum datangnya maut.Manusia hidup di dunia tidak hanya sekedar memburu kepentingan duniawi saja. Kesadaran akan hidup yang kekal di akhirat,menumbuhkan semangat untuk mencari bekal yang diperlukan.

Mak jenthit lolo o bah, wong mati ora obah
 :
 kematian itu datangnya tiba-tiba, tak ada yang tahu. Tak bisa dimajukan atau dimundurkan walau sesaat. Sehingga saat kita hidup, kita harus senantiasa bersiap dan waspada. Selalu mengumpulkan amal kebaikan sebagai bekal untuk dibawa mati.

Yen obah medeni bocah
 :
 Saat kematian datang, semua sudah terlambat. Kesempatan beramal hilang. Banyak ingin minta dihidupkan tapi Allah tidak mengijinkan. Jika mayat hidup lagi maka bentuknya menakutkan dan mudharat-nya akan lebih besar.

Yen urip golekno dhuwit
 :
Kesempatan terbaik untuk berkarya dan beramal adalah saat ini. Saat masih hidup. Pengin kaya, pengin membantu orang lain, pengin membahagiakan orang tua: sekaranglah saatnya. Sebelum terlambat, sebelum segala pintu kesempatan tertutup.

Mudah-mudahan kita semua bisa menerapkan dan mengamalkan makna dari syair di dalam lagu “SLUKU-SLUKU BATHOK”. Bukan hanya untuk sekedar lagu dolanan, akan tetapi merupakan keadaan yang harus dilakukan setiap manusia di bumi agar selalu dekat dengan Sang Maha Pencipta.

(dr berbagai sumber)

Sumber : Copas dari Blog Sebelah

Selasa, 10 September 2013

Filosofi Gundul Gundul Pacul

GUNDUL-GUNDUL PACUL
 
Gundul gundul pacul-cul gemblelengan 
 
Nyunggi - nyunggi wakul-kul gemblelengan
 
Wakul ngglimpang Segane dadi sak latar, 
 
Wakul ngglimpang Segane dadi sak latar ..
 
 
Dalaaammm ... Makna Filosofis Lagu anak-anak "Gundul-gundul Pacul"
cipt: Sunan Kalijaga th 1400an ini. 
 
Ternyata lagu gundul-gundul pacul mempunyai filosofi yang cukup mendalam, Lagu Gundul Gundul Pacul ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yg dalam dan sangat mulia.
 
'Gundul' adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. jadi 'gundul' adalah kehormatan tanpa mahkota.
 
'Pacul' adalah cangkul (red, jawa) yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. jadi pacul adalah lambang kawula rendah, kebanyakan petani.
 
'Gundul pacul' artinya adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul utk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya/orang banyak.
 
Orang Jawa mengatakan pacul adalah 'Papat Kang Ucul' (4 yg lepas). 
 
Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya, dengan makna sbb:
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata adil.
 
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya. 'Gembelengan' artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
 
Arti harafiahnya jika orang yg kepalanya sudah kehilangan 4 indera itu mengakibatkan hal-hal sbb:
1. GEMBELENGAN (congkak/sombong).
2. NYUNGGI-NYUNGGI WAKUL (menjunjung amanah rakyat/orang banyak).
3. GEMBELENGAN ( sombong hati).
4. WAKUL NGGLIMPANG (amanah jatuh gak bisa dipertahankan).
5. SEGANE DADI SAK LATAR (berantakan sia sia, tidak bermanfaat bagi kesejahteraan orang banyak)
 
Cukup dalem banget yah makna dan penjabaran dari lagu ini, patut untuk kita jaga dan lestarikan ke anak cucu sebagai warisan budaya lagu jawa. :))

Sumber : Copas dari Blog Sebelah

 
 



 


Tawakal

-->


--- TAWAKAL ---


Tawakal atau tawakul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama islam tawakal berarti berarti berserah diri sepenuhnya kelapa Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
Imam al Ghazali merumuskan definisi tawakal sebagi berikut ,Tawakal ialah menyandarkan kepada Allh SWT tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Menurut Abu Zakaria Ansori, tawakal ialah keteguhan hati dalam menyerahkan urusan kepada orang lain. Sifat yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang yang diserahi urusan tadi. Artinya ia betul betul mempunyai sifat amanah (terpercaya) terhadap apa yang diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman terhadap orang yang memberikan amanat tersebut.
Tawakal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena didalam tauhid ia diajari agar menyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala – galanya, Pengetahuan-Nya maha luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada curiga, karena Allah maha tahu dan maha bijaksana.
Sementara orang, ada yang salah paham dalam melakukan tawakal. Dia enggan berusaha dan pekerja, tetapi hanya menunggu. Orang semacam ini mempunyai pemikiran tdak perlu bekerja, jika Allah menghendaki pandai tentu menjadi orang pandai. Ataua tidak perlu bekerja, jika Allah menghendaki menjadi orang kaya tentulah kaya, dan seterusnya.
Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya, sekalipun ada berbagai makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah menghendaki ia kenyang. Tentulah kenyang. Jika pendapat ini di pegang teguh pasti akan menyengsarakan diri sendiri.
jadi arti tawakal yang sebenarnya menurut ajaran islam ialah menyerahkan diri kepada Allah SWT setelah berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.
Misalnya, seseorang yang meletakan sepeda di muka rumah, setelah dikunci rapat, barulah ia bertawakal. Pada zaman Rasulullah saw ada seorang sahabat yang meninggalkan untanya tanpa diikat lebih dahulu. Ketika ditanya, mengapa diikat, ia menjawab, “saya telah benar – benar bertawakal kepada Allah”. Nabi Saw yang tidak membenarkan jawaban tersebut berkata, “ ikatlah dan setelah itu bolehlah engkau bertawakal”.



Implementasi tawakal dalam kehidupan sehari – hari.
Agar dapat bersikap tawakal, Imam Al Ghazali memberi tuntunan sebagai berikut :
  1. Berusaha memperoleh sesuatu yang bermanfaat.
  2. Berusaha menjadikan sesuatu yang dimiliki selalu bermanfaat.
  3. Berusaha menolak dan menjauhkan diri dari sesuatu yang menimbulkan Mudhorot (bahaya/bencana)
  4. Berusaha menghilangkan mudhorot yang menimpa dirinya.

Untuk membiasakan perilaku tawakal dalam kehidupan sehari - hari, perhatikan ciri – ciri berikut ini :


  1. Selalu menerima ketentuan Alaah SWT dan tidak pernah gelisah dan berkeluh kesah.
  2. Selalu bersyukur atas karunia Allah SWT dan bersabar jika mendapat musibah.
  3. Selalu berserah diri kepada Allah SWT dan giat berusaha dan berikhtiar.
  4. Selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang lain.

Jumat, 06 September 2013

Amalan Ringan Berpahala Besar

Amalan Ringan Berpahala Besar

Amalan Ringan Berpahala Besar.Alhamdulillah setelah sekian lama disibukkan dengan kegiatan offline nya sekarang Insya Allah Taman Berbagi akan membagikan kembali artikel Amalan ringan berpahala besar dan semoga bermanfaat sahabat.

Setiap orang muslim di antara kita tentu menginginkan berumur panjang supaya bertambah kebaikannya. Seperti yang disabdakan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling baik itu?” Beliau menjawab “Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.”
(HR. at-Tirmidzi dan Ahmad).

Kehidupan di dunia ini merupakan tempat untuk menambah dan memperbanyak amalan-amalan yang baik agar manusia bahagia setelah kematiannya serta rela dengan apa yang ia kerjakan.

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa umur umatnya ini antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, mereka tidak seperti umur umat sebelumnya. Tetapi beliau telah menunjukkan mereka kepada perbuatan maupun ucapan yang dapat mengumpulkan pahala yang banyak dengan amalan yang sedikit lagi mudah, yang dapat menggantikan manusia dari tahun-tahun yang berlalu jika dibandingkan dengan umur sebelumnya. Inilah yang dinamakan dengan “al-A’maal al-Mudhoo’afah” (amalan-amalan yang berlipat ganda) yang tidak semua orang mengetahuinya.

Oleh karena itu, saya hendak menyebutkan sebagian besar dari amalan-amalan yang mudah lagi berlipat ganda tersebut pada tulisan yang singkat ini. Dengan harapan agar setiap orang di antara kita menambah umurnya (dengan amalan) yang produktif dalam kehidupan dunia ini. Agar tergolong dari orang-orang yang mengerti (untuk mengambil) selanya, (kata pepatah :) “Darimanakah bahu (hewan sembelihan itu) dimakan”. Maka mereka memilih dari amalan-amalan tersebut mana yang paling ringan (dikerjakan) oleh jiwa dan paling besar pahalanya. Orang seperti ini bagaikan orang yang mengumpulkan permata-permata yang berharga dari dasar laut sementara manusia yang lain (hanya) mendapatkan ombaknya saja.

Berikut ini akan kami sebutkan amalan-amalan maupun ucapan-ucapan secara berurutan dan singkat, dengan disertai dalil dari setiap ucapan atau amalan yaitu dalil-dalil dari Kitabulloh atau dari hadits-hadits yang shohih dan hasan. Alloh-lah Yang Maha Pemberi taufiq untuk setiap kebaikan.

 

1. Silaturahmi.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa ingin dilapangkan rejekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya menyambung (tali) silaturahminya.”
(HR. al-Bukhori dan Muslim).

2. Berakhlak yang mulia
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Silaturahmi, berbudi mulia, dan ramah pada tetangga (dapat) mendirikan kabilah dan menambah umur.”
(HR. Ahmad dan al-Baihaqi).

3. Memperbanyak sholat di “Haromain Syarifain”.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Sholat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu (sholat) daripada yang lain kecuali Masjid Harom, dan sholat di Masjid Harom itu lebih baik dari seratus ribu (sholat) dari pada yang lain.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

4. Sholat berjamaah bersama imam.
Berdasarkan sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Sholat berjamaah itu lebih baik dari pada sholat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat.”
(HR. al-Bukhori dan Muslim).

Adapun perempuan sholat di rumah, dan hal itu lebih baik dari pada mereka sholat di masjid, walaupun di Masjid Nabawi. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu Humaid radhiyallahu ‘anha–salah satu dari shohabiyat, “Aku tahu bahwa kamu senang sholat bersamaku, tapi sholatmu di rumahmu itu lebih baik bagimu daripada sholatmu di kamarmu. Dan sholatmu di kamarmu itu lebih baik bagimu dari pada sholatmu di tempat tinggalmu. Dan sholatmu di tempat tinggalmu lebih baik bagimu daripada sholatmu di masjid kaummu. Dan sholatmu di masjid kaummu lebih baik bagimu daripada sholatmu di masjidku (Masjid Nabawi).”
(HR. Ahmad).
Lalu setelah ini beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat di penghujung rumahnya di tempat yang gelap sampai beliau menemui ajalnya.

5. Melaksanakan sholat nafilah (sunnah) di rumah.
Berdasarkan sabda beliau : “Keutamaan sholat seseorang laki-laki di rumahnya dengan sholat yang dilihat oleh orang banyak seperti halnya keutamaan sholat fardhu atas sholat sunnah.”
(HR. al-Baihaqi dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah).

Bukti yang menguatkan hal itu juga sabda Rosulloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shohih :“Sebaik-baiknya sholat seseorang adalah di rumahnya kecuali sholat wajib.”
(HR. al-Bukhori dan Muslim)

6. Berhias dengan beberapa adab pada hari Jumat.
yaitu yang terdapat pada sabdanya :“Barangsiapa mandi (janabat) pada hari Jumat, kemudian berangkat di awal waktu, mendapatkan khutbah pertama, berjalan kaki tidak naik kendaraan, mendekati imam, mendengarkan khutbah dan tidak berbicara, maka baginya setiap langkahnya adalah (bagaikan) amalan setahun dari pahala puasa dan sholat (tarawih)nya.”
(HR. Ahlus Sunan).

Artinya “ghossala” adalah membasuh kepalanya, dan ada yang mengartikannya sebagai menggauli istrinya agar pandangannya tidak melihat yang haram pada hari itu. Sedang arti “bakkaro” adalah berangkat (ke masjid) di awal waktu. Dan ”Ibtakaro” adalah mendapatkan khutbah pertama.

7. Sholat Dhuha.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bila masuk waktu pagi maka setiap jari-jari tangan kamu ada kewajiban shodaqoh, lalu setiap (bacaan) tasbih adalah shodaqoh, tahmid adalah shodaqoh, tahlil adalah shodaqoh, takbir adalah shodaqoh, amar ma’ruf adalah shodaqoh, nahi mungkar adalah shodaqoh, dan cukup dari itu semuanya dengan sholat dua rakaat waktu Dhuha.”
(HR. Muslim).
Makna “sulamaa” adalah lipatan-lipatan organ tubuh seseorang yang berjumlah tiga ratus enam puluh lipatan / engsel.

Sebaik-baiknya waktu sholat Dhuha adalah ketika matahari sangat panas, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Sholat orang-orang yang bertobat itu ketika anak unta terasa sangat panas.”
(HR. Muslim).
Maksudnya, tatkala anak unta itu berdiri dari tempatnya karena terik matahari yang sangat panas.

8. Menghajikan orang lain atas biayanya setiap tahun, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kerjakanlah haji dan umroh itu berturut-turut, karena sesungguhnya ia (dapat) menghilangkan kefakiran dan dosa seperti ubupan (alat peniup api) tukang besi yang menghilangkan karat besi, emas, dan perak.”
(HR. At-Tirmidzi dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah).

Kadang-kadang seseorang tidak bisa melakukan haji setiap tahun. Oleh karena itu, hendaknya ia menghajikan orang lain atas biayanya- yang mampu badannya (dalam mengadakan perjalanan ke Baitulloh).

9. Sholat setelah terbitnya matahari.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa sholat Subuh dengan berjamaan (di masjid), kemudian ia duduk sambil berdzikir kepada Alloh sampai terbitnya matahari, lalu sholat dua rakaat, maka baginya seperti pahala ibadah haji dan umroh yang sempurna, yang sempurna, dan yang sempurna.”
(HR. At-Tirmidzi dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

10. Menghadiri halaqoh-halaqoh ilmu di masjid.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa berangkat ke masjid dia tidak menginginkan kecuali untuk belajar sesuatu kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya adalah seperti pahala orang yang beribadah haji dengan sempurna.”
(HR. Ath-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

11. Melaksanakan umroh pada bulan Romadhon.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Umroh di bulan Romadhon sama dengan haji bersamaku.”
(HR. Al-Bukhori).

12. Melaksanakan sholat lima waktu di masjid.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk sholat fardhu, maka pahalanya seperti pahala haji.”
(HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh al-Albani rahimahullah).
Dan yang lebih utama agar keluar dari rumahnya sudah dalam keadaan suci, bukan bersuci di masjid, kecuali dalam keadaan terpaksa dan darurat.

13. Hendaknya berada di shof yang pertama.
Berdasarkan ucapan ’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memintakan ampunan (kepada Alloh) bagi orang yang berada di shof yang pertama ”tiga kali”, dan shof yang kedua ”satu kali”.
(HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga, “Sesungguhnya Alloh dan malaikatNya membacakan sholawat kepada orang-orang yang berada di shof pertama.”
(HR. Ahmad dengan sanad yang baik).

14. Sholat di masjid Quba.
Berdasarkan sabda Shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Barangsiapa bersuci dari rumahnya, kemudian ia datang ke Masjid Quba, lalu sholat di dalamnya, maka baginya seperti pahala umroh.”
(HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

15. Menjadi mu’adzin (tukang adzan).
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tukang adzan itu akan diampuni (dosanya) sepanjang suaranya (terdengar), dan dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya, baik basah maupun kering, dan juga baginya pahala orang yang sholat bersamanya.”
(HR. Ahmad dan an-Nasa’i).
Apabila anda tidak dapat menjadi tukang adzan, maka paling tidak anda harus mendapatkan pahala yang setimpal dengannya, yaitu amalan berikut.

16. Agar mengucapkan seperti yang dikatakan oleh mu’adzin itu.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Katakanlah seperti yang dikatakan oleh mu’adzin. Bila kamu sudah selesai, maka mohonlah (kepada Alloh) niscaya Dia akan memberimu.”
(HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i).
Maksudnya, memohonlah setelah kamu selesai menjawab mu’adzin itu.

17. Puasa Romadhon dan enam hari di bulan Syawwal setelahnya.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa pusa Romadhon kemudian diikuti enam hari di bulan Syawwal, maka (pahalanya) seperti puasa setahun.”
(HR. Muslim).

18. Puasa tiga hari setiap bulan (tanggal 13, 14, dan 15, bulan Qomariyah). Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa puasa tiga hari dari setiap bulan, maka itulah (pahalanya seperti) puasa setahun.”

Kemudian Alloh menurunkan firmanNya sebagai pembenaran dalam KitabNya, “Barangsiapa membawa amal yang baik , maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.”
(QS. Al-An’an : 160) “Satu hari sama dengan sepuluh hari.” (HR. at-Tirmidzi).

19. Memberikan makanan untuk berbuka puasa bagi orang-orang yang berpuasa. Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa memberikan makanan untuk berbuka puasa bagi orang-orang yang berpuasa, maka baginya seperti pahala tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.”
(HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

20. Sholat pada malam “Lailatul Qodr”, berdasarkan firman Alloh Ta’ala, ”Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”
(QS. Al-Qodr : 3).
Maksudnya, lebih baik daripada ibadah selama delapan puluh tiga tahun.

21. Jihad.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Kedudukan seseorang yang shof (jihad) fi sabilillah lebih baik daripada ibadah enam puluh tahun.”
(HR. al-Hakim dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

Hal ini merupakan keutamaan kedudukan / posisi dalam shof (jihad), lalu bagaimana dengan orang yang berjihad fi sabilillah dalam tempo berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

22. Ar-Ribath (bersiap siaga di perbatasan musuh), berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa tetap bersiap-siaga ( di perbatasan musuh) fi sabilillah dalam satu hari satu malam, maka baginya pahala seperti puasa satu bulan penuh dengan sholat malamnya. Dan barangsiapa meninggal dalam keadaan bersiap-siaga, maka baginya seperti itu juga pahalanya, dan ia diberikan rejeki, serta diamankan dari fitnah (siksa kubur).”
(HR. Muslim).

23. Amal sholih pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada hari-hari di mana amal sholih yang dilakukan dalam sepuluh hari pertama (di bulan Dzulhijjah) lebih dicintai oleh Alloh dari hari-hari lainnya.” Para sahabat berkata, “Wahai Rosululloh, tidakkah jihad di jalan Alloh lebih utama?” Beliau menjawab, “Tidak juga berjihad di jalan Alloh, kecuali seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya, dan tidak kembali darinya dengan membawa sesuatu.”
(HR. al-Bukhori).

24. Mengulang-ulangi beberapa surat al-Qur’an.
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Surat ‘al-Ikhlash’ sama dengan sepertiga al-Qur’an dan Surat al-Falaq’ sama dengan seperempat al-Qur’an.”
(HR. At-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

25. Berdzikir yang pahalanya berlipat ganda dan hal ini banyak (macamnya).
Di antaranya bahwa Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika keluar dari (rumah istrinya), Ummul Mukminin Juwairiyah radhiyallahu ‘anha di saat pagi hari ketika beliau sholat Subuh, sedang dia berada di tempat sholatnya. Kemudian Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang setelah sholat Dhuha sementara Ummul Mukminin sedang duduk (di tempat sholatnya), seraya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ”Masihkah engkau dalam keadaan yang tatkala aku tinggalkan?” Ummul Mukminin menjawab, ”Ya, benar.” Lalu beliau bersabda, ”Aku telah mengucapkan empat kalimat tiga kali setelahmu, seandainya kalimat-kalimat itu ditimbang dengan apa yang kamu ucapkan mulai hari ini, pasti (kalimat-kalimat itu) akan lebih berat, yaitu : ”Maha Suci Alloh, aku memuji-Nya sebanyak bilangan makhluk-Nya, sejauh kerelaanNya, seberat timbangan ’Arsy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya.”
(HR. Muslim).

Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku sedang aku menggerakkan bibirku lalu beliau bertanya, ”Apa yang kamu ucapkan, wahai Abu Umamah?” Saya menjawab, ”Saya berdzikir dan menyebut Alloh.” Kemudian (beliau mengajariku) lalu bersabda, ”Maukah kamu aku tunjukkan kepada yng lebih banyak (pahalanya) dalam berdzikir kepada Alloh di siang hari dan malam hari? Maka ucapkanlah :

”Segala puji bagi Alloh sebanyak bilangan apa yang Dia ciptakan. Segala puji bagiNya sepenuh apa yang Dia ciptakan. Segala puji bagiNya sebanyak apa yang (terdapat) dalam langit dan bumi. Segala puji bagiNya sebanyak apa yang terhitung dalam kitabNya. Segala puji bagiNya sepenuh apa yang terhitung dalam kitabNya. Segala puji bagiNya sebanyak bilangan segala sesuatu. Dan segala puji bagiNya sepenuh segala sesuatu.”

Dan hendaklah kamu bertasbih kepada Alloh seperti itu.” Lalu beliau meneruskan sabdanya, ”Pelajarilah (doa-doa itu) dan ajarilah orang-orang setelahmu.”
(HR. Ath-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

26. Istighfar yang berlipat ganda.
Berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa memintakan ampunan bagi orang-orang mukmin maupun mukminah, maka Alloh akan menulis baginya dari setiap orang mukmin maupun mukminah sebagai satu kebajikan.”
(HR. Ath-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

27. Melaksanakan kepentingan manusia.
Berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya bila aku berjalan dengan saudaraku muslim untuk memenuhi suatu hajatnya lebih saya cintai daripada saya beri’tikaf di masjid selama satu bulan.”
(HR. Ibnu Abi Dun-yaa dan dihasankan oleh al-Albani rahimahullah)

28. Perbuatan-perbuatan yang pahalanya senantiasa mengalir sampai setelah mati.
Yaitu yang dijelaskan dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada empat macam pahala yang selalu mengucur (pahalanya walaupun) setelah meninggal : [1] Seseorang yang selalu siap siaga (di perbatasan musuh) di jalan Alloh. [2] Seseorang yang mengajarkan suatu ilmu, maka pahalanya akan selalu mengucur selama ilmu itu diamalkan. [3] Seseorang yang memberi shodaqoh, maka pahalanya akan selalu mengucur (kepadanya) selama (shodaqoh tersebut) dipergunakan. [4] Seorang ayah yang meninggalkan anak yang sholih yang mendoakan kepadanya.”
(HR. Ahmad dan ath-Thobroni).

29. Mempergunakan waktu.
hendaknya seorang muslim menggunakan waktunya dengan ketaatan (kepada Alloh). Seperti membaca al-Qur’an, berdzikir, ibadah, mendengarkan kaset-kaset yagn bermanfaat, agar waktunya tidak sia-sia belaka dan agar ia tidak dilalaikan di mana saat itu tidak bermanfaat lagi kelalaian.
Seperti yang disabdakan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Dua nikmat yang (sering) dilupakan oleh kebanyakan orang, yaitu kesehatan dan kekosongan (waktu).”
(HR. Al-Bukhori).

Alloh-lah Yang Maha Memberikan taufiq kepada kita semua agar umur kita dipanjangkan olehNya dalam kebaikan. Dan dapat mempergunakan kesempatan-kesempatan yang berlipat ganda (pahalanya), di mana kebanyakan orang melalaikannya.

Ustadz Farid Muhammad al-Bathothy, Lc

Artikel Ibnuabbaskendari